Setiap Menit Satu Anak di Dunia Akan Menjadi Buta

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memperkirakan sekitar 40-45 juta orang di dunia mengalami kebutaan, sepertiganya berada di Asia Tenggara. Berarti setiap menit diperkirakan 12 orang menjadi buta, empat orang diantaranya juga berasal dari Asia Tenggara. Pada anak, setiap menit terdapat satu anak menjadi buta dan hampir setengahnya berada di Asia Tenggara. Sedangkan pada balita, WHO memperkirakan ada 1,4 juta yang menderita kebutaan dimana tiga perempat diantaranya ada di daerah-daerah miskin di Asia dan Afrika.

Mengingat besarnya masalah kebutaan di dunia, WHO pada tanggal 30 September 1999, mencanangkan komitmen global Vision 2020: The Right to Sight untuk mendorong penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan tertentu yang sebenarnya dapat dicegah atau direhabilitasi.

Dalam upaya mencapai Vision 2020, WHO menetapkan setiap hari Kamis minggu kedua Oktober sebagai peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day/WSD). Pada tahun ini WSD jatuh pada tanggal 11 Oktober 2007, dengan tema peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day/WSD) tahun 2007 adalah “Vision For Children”.

Demikian disampaikan Dr. Sri Astuti Suparmanto, MSc.PH, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dalam rangka menyambut Hari Penglihatan Sedunia tanggal 11 Oktober 2007.

Menurut dr. Sri Astuti, berdasarkan Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah Katarak (0,78%), Glaukoma (0,20%), Kelainan Refraksi (0,14%), Gangguan Retina (0,13%), dan Kelainan Kornea (0,10%). Kebutaan karena katarak kejadiannya diperkirakan 0,1% (sekitar 210.000 orang) per tahun.

Bila dibandingkan dengan angka kebutaan di negara-negara Regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi setelah Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengalami kebutaan berasal dari status ekonomi kurang mampu dan belum akses dengan pelayanan kesehatan.

Angka kebutaan 1,5% menurut WHO sudah merupakan masalah sosial. Untuk itu perlu peran serta aktif dari semua pihak untuk menanggulangi masalah kebutaan di Indonesia. Disamping masalah kebutaan, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi dengan prevalensi 22,1% juga menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. 10% dari anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Angka pemakaian kacamata koreksi sampai saat ini masih rendah yaitu 12,5% dari kebutuhan.

Menurut dr. Sri Astuti, tema peringatan Hari Penglihatan Sedunia “Vision For Children” mengandung makna semua orang harus memberikan perhatian kepada anak-anak sebagai generasi penerus yang mengalami gangguan penglihatan atau buta, bagaimana supaya mereka bisa memperoleh kembali fungsi penglihatannya atau mereka dapat menikmati kehidupannya yang berkualitas seperti anak-anak normal lainnya.

Ditambahkan oleh dr. Sri Astuti, selain tujuan umum, tujuan khusus yang akan dicapai adalah anak-anak bisa tumbuh dan berkembang dengan mata yang sehat, setiap anak bisa pergi ke sekolah, dan para orang tua mereka dapat melihat anak-anaknya tumbuh dan berkembang.

Ditambahkan oleh dr. Sri Astuti, menurut WHO 3,9% kebutaan disebabkan oleh kebutaan pada masa anak-anak (chilhood blindness). Masalah kebutaan pada anak-anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi oleh dunia terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sedangkan salah satu penyebab childhood blindness adalah defisiensi vitamin A, disamping penyebab lainnya seperti kelainan kongenital, infeksi neonatorum dan lain-lain.

Menurut dr. Sri Astuti, untuk mengatasi kebutaan pada anak-anak akibat Defisiensi Vitamin A, Depkes telah mengeluarkan kebijakan tentang pemberian kapsul vitamin A secara gratis kepada bayi 6-11 bulan dan anak balita 1-5 tahun.

Sedangkan untuk mencapai Vision 2020-The Right to Sight, Departemen Kesehatan telah mengembangkan strategi-strategi yang dituangkan dalam Kepmenkes No. 1473/MENKES/SK/2005 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (Renstranas PGPK).

Adapun strategi nasional PGPK tersebut adalah:

1. Pembentukan Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (KOMNAS PGPK) Meningkatkan advokasi dan komunikasi dengan LP/LS

2. Menjalin kemitraan untuk penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan

3. Meningkatkan kualitas dan Kuantitas SDM yang terlibat dalam penanggulangan gangguan penglihatan

4. Meningkatkan manajemen program dan infra struktur untuk penanggulangan gangguan penglihatan dan

5. Mobilisasi sumber daya dan lembaga donor dalam dan luar negeri yang mendukung pelaksanaan penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan.

Referensi:
Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan (11 Oktober 2007). Setiap Menit Satu Anak di Dunia Akan Menjadi Buta. Diunduh dari www.depkes.go.id pada tanggal 15 Oktober 2007.


ads ads