Asma Bronchial



Pengertian
a.Asma Bronchial adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan intermiten yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam, bergantian dengan periode bebas gejala.
b.Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik :
1) Obstruksi saluran nafas yang reversible (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan maupun dengan pengobatan.
2) Inflamasi saluran nafas.
3) Peningkatan respons saluran nafas terhadap berbagai rangsangan (Ilmu Penyakit dalam Jilid II Hal 21).
Anatomi Fisiologi Pernafasan
Saluran pernafasan terdiri atas saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Saluran pernafasan atas terdiri dari hidung dan nasofaring serta laring. Saluran pernafasan bawah dibentuk oleh tinkea, saluran utama bronkus, bronkiolus, dan duceus alueotaris, yang kemudian berakhir di alveoli. Saluran pernafasan, dalam melakukan fungsinya sebagai saluran udara, memiliki fungsi : menyaring, menghangatkan dan melembabkan udara.


Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksternal, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas oksigen masuk melalui trakea dan pada pipa bronchial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dan di bawah ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Di dalam paru-paru, karbon dioksida merupakan hasil buang metabolisme, menembus membran alveoli, dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui membran pipa bronchial dan trachea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner :
a.Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
b.Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
c.Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiapnya dapat mencari semua bagian tubuh.
d.Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi dari pada O2. (Pearce, Ec, 2000).
Anatomi sistem pernafasan terdapat pada lampiran 11
ETIOLOGI
Sampai saat ini patogenesis etiologi asma belum diketahui dengan pasti, berbagai teori patogenesis telah diajukan, tapi yang paling disepakati para ahli adalah yang berdasarkan gangguan saraf otonom dan sistem immun, gangguan saraf meliputi : parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan saraf simpatis (blokade adrenergik beta) dan hiperaktivitas adrenergik alfa. Kedua rangsangan ini reseptor tersebut menimbulkan broncus konstruksi dan pada gangguan reseptor. Kolinergik rangsangan seperti dingin, asap rokok, partikel-partikel yang ada pada udara, tertawa dan sebagainya. (Price. SA dan Wilson LM, 1995)
Pada teori ini terjadi karena disebabkan oleh :
Faktor ekstrinsik : Reaksi antigen-antibody : karena inhalasi allergen (debu, serbuk-serbuk bulu-bulu binatang).
Faktor intrinsik : Infeksi para influensa virus, pneumonia, mycoplasma, kemudian dari fisik : Cuaca dingin, perubahan temperatur, iritasi : kimia polusi udara (CO, asap rokok, parfum). Emosional : Takut, lemas dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus (Suriadi dan Yuliana R, 2001).
INSIDEN
Prevalensi pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, faktor keturunan serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemui prevalensi anak laki-laki berbanding dengan anak perempuan 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa, perbandingan tersebut lebih kurang sama pada masa menopouse perempuan lebih banyak dari laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota lain negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7 % (Suyono, S. 2001).
Sedangkan penelitian semua dilakukan di Belanda untuk usia 40-60 tahun, prevalensi yang ditemukan adalah 31,5% pada laki-laki dan 19,6% pada wanita, berdasarkan hasil penelitian yang diadakan di Indonesia terhadap mahasiswa kedokteran sebanyak 181 orang, ditemukan 5% yang menderita penyakit asma ( Slamet Suyono 2001, Ilmu Penyakit Dalam hal 21).
PATOFISIOLOGI
Asma bronchial adalah obstruksi jalan nafas difusi reversible obstruksi disebabkan oleh hal-hal seperti : kontraksi otot yang mengelilingi bronki yang menyebabkan penyempitan jalan nafas, pembengkakan membran yang melapisi bronki dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental banyak dihasilkan dan arveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara yang terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui tetapi ada yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh influs saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi, ketika ujung saraf pada ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor-faktor seperti infeksi, latihan, daging, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolon yang dilepaskan meningkat menyebabkan berkonstruksi juga merangsang, pembentukan mediator kimiawi.
Selain itu, reseptor α dan β adrenerik dari sistem saraf simpatik terletak pada bronki ketika reseptor α adrenerik dirangsang, bronkokontriksi dan bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β adrenergik dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α dan α adrenergic dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP) stikulasi reseptor α mengakibatkan penurunan cAMP yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi stimulasi reseptor β mengakibatkan peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi yang menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β adrenergik terjadi pada individu dengan asma akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator otot kolus. (Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, hal 611.)
MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk, dispnea, dan mengi. Selain gejala diatas, ada beberapa gejala yang menyertai diantaranya :
a.Tachypnea, orthopnea
b.Gelisah
c.Diaphorosis
d.Nyeri diabdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernapasan.
e.Fatigue
f.Tidak toleran terhadap aktivitas : makan, berjalan, bahkan berbicara
g.Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai pernafasan lambat.
h.Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
i.Sianosis sekunder.
j.Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia dan pelebaran tekanan nadi.
k.Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. (Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, hal 612).
TEST DIAGNOSTIK
a.Riwayat penyakit dan pemeriksaan secara fisik.
b.Foto Rontgen.
c.Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputom.
d.Pemeriksaan alergi (radioaller gosorbent test : rast).
e.Pualse oximetri.
f.Analisa gas darah (Sarwono, S, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, Hal 24).

PENATALAKSANAAN MEDIS
1)Asma Akut Intermitan
Pemberian obat hanya diberikan bila terjadi serangan yang diteruskan sampai beberapa hari setelah bebas. Serangan obat-obatan yang diberikan yaitu golongan adrenergik beta dengan dosis kecil 1/20 – 1/30 dari tabletnya dan teofilin oral dengan dosis 4 mg/kali ditambah pretnison 30-40 mg untuk beberapa hari.
2)Asma Akut
Pertolongan pertama adalah oksigen 2-4 liter/menit. Apabila penderita baru saja umum teofilin dengan pemakaian teratur, pemberian aminofilin dosis penuh (9-6 mg/kgbb) secara serentak akan berbahaya begitupun setelah mendapat adrenarik deta, hendaknya diberikan secara kortikostenoid. Pemberian adrenalineengan dosis kecil tetap bila penderita tidak terdapat teofilin langsung saja diberikan aminofilin dengan dosis 5-6 mg/kg bb atau setengah setelah mendapatkan teofilin.
3)Asma Kronik Persisten
Pengobatan berupa agones beta bentuk gerosol 3-4 kali dua semprotan dengan jarak antara 10 menit. Metil-yantin termasuk amonofilin dan teofilin diberikan sesuai berat badan, biasanya orang dewasa diberikan dosis 125-200 mg 4x1. Kortikosteroid, kromilin merupakan pencegah asma dosisnya antara 4x 1-2 kapsul, katotifon dengan dosis 2 x 1 mg/hari, impratropium bromide atau pemberian immunoterapi.

ads ads